Powered By Blogger

this me

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

Rabu, 28 September 2011

FAKTOR-FAKTOR PENGARUH ISI MEDIA

FAKTOR-FAKTOR PENGARUH ISI MEDIA Apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996), dalam Mediating The Message: Theories of Influences on Mass Media Content, menyusun berbagai faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan[1]. Mereka mengidentifikasikan ada lima faktor yang mempengaruhi kebijakan redaksi dalam menentukan isi media (bandingkan dengan McQuail, 1987), sebagai berikut:
            1)Faktor individual. Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media. Level indivual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak. Latar belakang individu seperti jenis kelamin, umur, atau agama, dan sedikit banyak mempengaruhi apa yang ditampilkan media. Latar belakang pendidikan, atau kecenderungan orientasi pada partai politik sedikit banyak bisa mempengaruhi profesionalisme dalam pemberitaan media.
            2)Rutinitas media, berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran sendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Rutinitas media ini juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Ketika ada sebuah peristiwa penting yang harus diliput, bagaimana bentuk pendelegasian tugasnya, melalui proses dan tangan siapa saja tulisan sebelum sampai ke proses cetak, siapa penulisnya, siapa editornya, dan seterusnya.
           3)Organisasi. Level organisasi berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Pengelola media dan wartawan bukan orang tunggal yang ada dalam organisasi berita, ia sebaliknya hanya bagian kecil dari organisasi media itu . Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri. Di dalam organisasi media, misalnya, selain bagian redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya. Masing-masing bagian tersebut tidak selalu sejalan. Mereka mempunyai tujuan dan target masing-masing, sekaligus strategi yang berbeda untuk mewujudkan target tersebut. Bagian redaksi misalnya menginginkan agar berita tertentu yang disajikan, tetapi bagian sirkulasi menginginkan agar berita lain yang ditonjolkan karena terbukti dapat menaikkan penjualan. Setiap organisasi berita, selain mempunyai banyak elemen juga mempunyai tujuan dan filosofi organisasi sendiri, berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap, dan bagaimana juga seharusnya peristiwa disajikan dalam berita.
         4)Ekstra media. Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media. Ada beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media: Sumber berita. Sumber berita di sini dipandang bukanlah sebagai pihak yang netral yang memberikan informasi apa adanya, ia juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media dengan berbagai alasan: memenangkan opini publik, atau memberi citra tertentu kepada khalayak, dan seterusnya. Sebagai pihak yang mempunyai kepentingan, *sumber berita tentu memberlakukan politik pemberitaan. Ia akan memberikan informasi yang sekiranya baik bagi dirinya, dan mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Kepentingan sumber berita ini sering kali tidak disadari oleh media. *Sumber penghasilan media, berupa iklan, bisa juga berupa pelanggan/pembeli media. Media harus survive, dan untuk bertahan hidup kadangkala media harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Misalnya media tertentu tidak memberitakan kasus tertentu yang berhubungan dengan pengiklan. Pihak pengiklan juga mempunyai strategi untuk memaksakan versinya pada media. Ia tentu saja ingin kepentingannya dipenuhi, itu dilakukan di antaranya dengan cara memaksa media mengembargo berita yang buruk bagi mereka. Pelanggan dalam banyak hal juga ikut mewarnai pemberitaan media. Tema tertentu yang menarik dan terbukti mendongkrak penjualan, akan terus-menerus diliput oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang disenangi oleh khalayak. *Pihak eksternal seperti pemerintah dan lingkungan bisnis. Pengaruh ini sangat ditentukan oleh corak dari masing-masing lingkungan eksternal media (baca teori normatif komunikasi massa, dan teori makro). Dalam negara yang otoriter misalnya, pengaruh pemerintah menjadi faktor yang dominan dalam menentukan berita apa yang disajikan. Keadaan ini tentu saja berbeda di negara yang demokratis dan menganut liberalisme. Campur tangan negara praktis tidak ada, justru pengaruh yang besar terletak pada lingkungan pasar dan bisnis.
            5)Ideologi, diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas.

 Raymond William (dalam eriyanto, 2001) mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut dalam tiga ranah. ·

 *Sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu. Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideologi sebagai seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam bentuk yang koheren. Sebagai misal, seseorang mungkin mempunyai seperangkat sikap tertentu mengenai demontrasi buruh. Ia percaya bahwa buruh yang berdemontrasi mengganggu kelangsungan produksi. Oleh karenanya, demontrasi tidak boleh ada, karena hanya akan menyusahkan orang lain, membuat keresahan, menggangu kemacetan lalulintas, dan membuat persahaan mengalami kerugian besar. Jika bisa memprediksikan sikap seseorang semacam itu, kita dapat mengatakan bahwa orang itu mempunyai ideologi kapitalis atau borjuis. Meskipun ideologi disini terlihat sebagai sikap seseorang, tetapi ideologi di sini tidak dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri individu sendiri, melainkan diterima dari masyarakat. · *Sebuah sistem kepercayaan yang dibuat –ide palsu atau kesadaran palsu- yang biasa dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain. Karena kelompok yang dominan mengontrol kelompok lain dengan menggunakan perangkat ideologi yang disebarkan ke dalam masyarakat, akan membuat kelompok yang didominasi melihat hubungan itu nampak natural, dan diterima sebagai kebenaran. Di sini, ideologi disebarkan lewat berbagai instrumen dari pendidikan, politik sampai media massa. · *Proses umum produksi makna dan ide. Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna.

TEORI KOMUNIKASI ORGANISASI


TEORI KOMUNIKASI ORGANISASI

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.


Organisasi dan komunikasi

Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.

Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.

Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.

Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.

Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: a. Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya. b. Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu: a. Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi. b. Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.


Griffin (2003) dalam A First Look at Communication Theory, membahas komunikasi organisasi mengikuti teori management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori management klasikal adalah sebagai berikut:

kesatuan komando- suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan
rantai skalar- garis otoritas dari atasan ke bawahan, yang bergerak dari atas sampai ke bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando, harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi.
divisi pekerjaan- manegement perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara efisien.
tanggung jawab dan otoritas- perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk memberi order dan ke ketaatan seksama; suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung jawab dan otoritas harus dicapai.
disiplin- ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dan tanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui.
mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum- melalui contoh peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.

Selanjutnya, Griffin menyadur tiga pendekatan untuk membahas komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan mungsuh dari inovasi. Ia melihat organisasi sebagai kehidupan organis yang harus terus menerus beradaptasi kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup. Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi akan bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak kebebasan (free-flowing) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada situasi yang mengacaukan, manajer harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-aturan.

Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang komunikasi karena ia menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi. Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling. Ia menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.

Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada sebuah rangkaian tiga proses:

penentuan (enachment)à seleksi (selection)à penyimpanan (retention)

Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh organisasi. Proses ini akan menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal. Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang akan digunakan pada masa mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasinya.

Setelah dilakukan penyimpanan, para anggota organisasi menghadapi sebuah masalah pemilihan. Yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebijakan organisasi. Misal, ”haruskah kami mengambil tindakan berbeda dari apa yang telah kami lakukan sebelumnya?”

Sedemikian jauh, rangkuman ini mungkin membuat anda mempercayai bahwa organisasi bergerak dari proses pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi; penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-subkelompok individual dalam organisasi terus menerus melakukan kegiatan di dalam proses-proses ini untuk menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Pendek kata di dalam organisasi terdapat siklus perilaku.

Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku, tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).

Demikianlah pembahasan tentang konsep-konsep dasar dari teori Weick, yaitu: lingkungan; ketidakjelasan; penentuan; seleksi; penyimpanan; masalah pemilihan; siklus perilaku; dan aturan-aturan berkumpul, yang semuanya memberi kontribusi pada pengurangan ketidakjelasan.


2. Pendekatan budaya. Asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli teori dan ethnografi, peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi. Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang membedakannya dari budaya-budaya lainnya.

Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah sesuatu suatu organisasi. budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya. Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut.

Pendekatan ini mengkaji cara individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman.


3. Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini, menganggap bahwa kepentingan-kepentingan perusahaan sudah mendominasi hampir semua aspek lainnya dalam masyarakat, dan kehidupan kita banyak ditentukan oleh keputusan-keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi perusahaan, atau manajerialisme.

Bahasa adalah medium utama dimana realitas sosial diproduksi dan direproduksi.

Manajer dapat menciptakan kesehatan organisasi dan nilai-nilai demokrasi dengan mengkoordinasikan partisipasi stakeholder dalam keputusan-keputusan korporat.



Daftar Pustaka

Em Griffin, 2003, A First Look at Communication Theory, McGrraw-Hill Companies

Sendjaja, 1994, Teori-Teori Komunikasi, Universitas Terbuka

Selasa, 13 September 2011

Definisi Operasional:

- Gaya Kepemimpinan : a. Perilaku Tugas: • Pengarahan • Pengorganisasian situasi kerja • Penghargaan atas prestasi • Ketegasan pimpinan b. Perilaku Hubungan: • Hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan • Perhatian kesejahteraan pengurus • Kepedulian dan keseriusan pimpinan dalam menyimak pendapat bawahan • Keseimbangan pimpinan dalam pengendalian emosi - Iklim Komunikasi • Kepercayaan • Partisipasi dalam pembuatan keputusan bersama • Kejujuran • Mendengarkan dalam komunikasi keatas • Perhatian pada tujuan berkinerja tinggi - Kinerja Pengurus • Kualitas hasil • Ketepatan waktu • Kreatifitas • Tanggung jawab
Global TV Tunda Adukan Dhani Ke Dewan Pers  
Selasa, 01 Maret 2011 | 11:17 WIB

Ahmad Dhani. [TEMPO/ Nita Dian
TEMPO Interaktif, Jakarta - Global TV menunda mengadukan Ahmad Dhani ke Dewan Pers terkait dugaan telah melakukan tindak pengeroyokan terhadap dua pekerja infotainmennya, Fokus Selebritis, yang terjadi sekitar pukul 20.30 di depan rumah Mulan Jameela, Jakarta Selatan, Senin (28/2) malam. Kala itu, mereka bermaksud meliput gosip Mulan Jamela telah melahirkan.
Juru bicara redaksi Global TV, Herik Kurniawan, mengatakan pengaduan ke Dewan Pers akan dilakukan pada Rabu (2/3) besok, pukul 10.00 WIB. Alasannya, hari ini, kata Herik, anggota Dewan Pers tengah berada di luar kota. "Kita sih kapan aja siap," jawab penanggung jawab produksi berita itu dalam balasan pesan singkat kepada Tempo, Selasa, (1/3).

Semalam, pemimpin redaksi Global TV, Yani Indriani mengancam Dhani akan diadukan ke Dewan Pers pada hari ini, menyusul upaya damai antara mereka di Kepolisian Sektor Kebayoran Lama, Jakarta Selatan berujung buntu. Di Ruang Panit 2- Reskrim, Dhani menolak meminta maaf ke pihak Global. "Kita akan mengadukan ke Dewan Pers. Biarlah Dewan Pers yang menentukan dan memberikan pengarahan,” kata Yani..

Dugaan pengeroyokan yang dilakukan Ahmad Dhani terhadap Yani (reporter) dan Noviandi Kurniawan (kameramen) terjadi di depan rumah Mulan semalam. Ketika itu, mereka bermaksud mengambil gambar Dhani turun dari mobil, namun di larang.

Noviandi mengaku, pihaknya mendapat kekerasan. Namun, ia tidak bisa memastikan apakah kekerasan dilakukan oleh Dhani atau anak buah Dhani. Adapun Dhani menolak memberi pernyataan.
Dewan Pers Tak Nyaman Tangani Kasus Dhani  
Rabu, 02 Maret 2011 | 13:34 WIB

Ahmad Dhani. TEMPO/Nita Dian
TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Dewan Pers, Bagir Manan mengatakan, lembaganya menghadapi situasi yang tidak nyaman terkait pengaduan Global TV dalam kasus dugaan pengeroyokan yang dilakukan Ahmad Dani terhadap dua pekerja infotainmen miliknya, Fokus Selebritis.

"Di samping mereka menempuh proses hukum, mereka membawa persoalan ini ke Dewan Pers," ujar Bagir Manan saat ditemui di kantornya, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu, (2/3).

Bagir mengatakan, apabila ada masalah yang berkaitan dengan pers cukup mengadu ke dewan pers. Menurut dia, pengaduan menjadi percuma, apabila proses hukum tetap berjalan. "Biasanya, kalau ada masalah pers dibawa ke dewan pers, akan kami selesaikan secara mediasi," tutur Bagir.

Namun, Bagir menegaskan, Dewan Pers akan menindaklanjuti pengaduan tersebut. "Kita harus menghubungi Dhani, apakah dia mau menyelesaikan ini melalui Dewan Pers dan melalui proses mediasi," katanya.

Bagir melanjutkan, terkait soal kekerasan dalam jurnalistik yang dilaporkan ke polisi, pihaknya akan meminta yang berwajib menangguhkan proses hukum. "Kita akan meminta pihak kepolisian untuk memperhatikan proses mediasi," katanya.

Dalam kasus ini, tambah Bagir, Dewan Pers tidak akan apriori bahwa pers selalu benar. Ia mengingatkan pers juga bisa salah. "Periksalah dengan baik, apakah ini sudah mengganggu privasi orang dan lain-lain, kita akan cek," katanya.

Bagir menambahkan, dalam keadaan apapun, menggunakan kekerasan terhadap pers juga tidak dibenarkan. "Karena kekerasan itu tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan," katanya.

Perseturuan Global TV dengan Ahmad Dhani bermula saat dua pekerja infotainmen miliknya, Fokus Selebritis berniat meliput gosip Mulan melahiran, di rumahnya, Pondok Indah Jakarta Selatan, Senin (28/2) malam. Saat mereka tengah mengambil gambar di depan rumah Mulan, Dhani melarang.

Berdasarkan pengakuan kameramen, Noviandi Kurniawan, Dhani melakukan tindak kekerasan terhadap mereka. Bahkan, kamera yang dia bawa sempat akan rampas Dhani, namun gagal.

Rabu, 02-03-2011 
Ahmad Dhani Cs Terancam 5 Tahun http://www.ujungpandangekspres.com/datgambar/spacer.gif

Polda Metro Jaya menegaskan kelompok Ahmad Dhani yang diduga menganiya wartawan Global TV saat meliput di rumah Mulan Jameela dapat dihukum lima tahun."Berdasarkan laporan, ada kurang lebih lima orang yang menghalangi-halangi dan dilaporkan melakukan penganiyaan.
 Kami baru terima laporan, bisa langgar Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, ancaman lima tahun penjara, pasal 351 tentang penganiyayaan, perbuatan tidak menyenangkan, pasal 335 KUHP dan dapat saja dianggap menghalangi-halangi pekerja pers, pasal 4 ayat 3 UU Pers No 40/99 ancaman dua tahun penjara dan denda Rp500 juta," jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar di Mapolda Metro Jaya, Selasa (1/2).
Kabid Humas mengatakan laporan berawal saat seorang wartawan Global TV, Noviandi Kurniawan melakukan liputan di rumah Mulan Jameela. Saat meliput Noviandi dihalang-halangi kelompok Ahmad Dhani. Kamera dan baju Noviandi kemudian ditarik-tarik.
"Untuk mengetahui pengeroyokan atau tidak, nanti terlihat dalam pemeriksaan. Ini semua sangat tergantung pada hasil pemeriksaan penyidik nanti. Betul tidak dilarang dan dihalang-halangi," paparnya.
Sebagaimana diketahui, wartawan Global TV, Yani (reporter), Noviandi (juru kamera), dan Rizal (supir) pada Senin (28/2) sekitar pukul 21.00 WIB mengambil gambar rumah Mulan Jameela, yang posisinya hampir berhadapan dengan studio milik Dhani. Kesal dengan tindakan Noviandi dkk, Dhani berama sekitar dari lima anak buahnya berusaha meminta kaset rekaman dan kamera video tersebut.
Akibat tindakan pemaksaan itu, kerah baju sebelah kanan milik Yandi robek. Di bagian lehernya pun terlihat luka cakaran. Namun Dhani merasa tak bersalah. Ia justru menuduh Yandi dkk yang melakukan kesalahan karena mengambil gambar di halaman rumah orang. Kasus ini telah ditangani Polsek Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ahmad Dhani Siap Dipenjara



Penyelidikan Kasus Ahmad Dhani Berlanjut
Jumat, 4 Maret 2011 15:59 WIB
http://img.antaranews.com/new/2011/03/small/20110301032905ahmaddhani.jpg
Ahmad Dhani (FOTO ANTARA/Irsan Mulyadi )
Proses penyelidikan tetap berlanjut meskipun ada perdamaian pada proses mediasi di Dewan Pers
Berita Terkait

Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya akan melanjutkan penyelidikan atas kasus penyanyi Ahmad Dhani yang diduga melakukan perampasan kamera terhadap wartawan televisi Global, Noviandi Kurniawan.

"Proses penyelidikan tetap berlanjut meskipun ada perdamaian pada proses mediasi di Dewan Pers," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Baharudin Djafar di Jakarta, Jumat.

Baharudin menuturkan polisi tidak dapat menghentikan proses penyelidikan kasus Ahmad Dhani secara sepihak.

Dia mengemukakan penghentian penanganan kasus itu bisa dilakukan jika Dewan Pers menyampaikan rekomendasi keputusan damai antara kedua belah pihak.

Selain itu, penghentian kasus Ahmad Dhani juga harus bersamaan dengan pencabutan laporan dari pihak pelapor.

Sebelumnya, wartawan televisi Global, Noviandi Kurniawan melaporkan Ahmad Dhani kepada Sentral Pelayanan Kepolisian (SPK) Polda Metro Jaya.

Peristiwa dugaan perampasan kamera itu, saat Noviandi meliput di rumah penyanyi Mulan Jameela di sekitar Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (28/2).

Ahmad Dhani dan lima orang yang diduga pekerjanya itu, mengambil kamera dengan cara menarik baju Noviandi.

Menurut Baharudin, Ahmad Dhani dan kelompoknya bisa dijerat Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan dengan ancaman penjara 5 tahun enam bulan penjara.

Mereka juga bisa terjerat Pasal 351 tentang penganiayaan ancaman penjara dua tahun juncto Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.

"Bahkan Pasal 4 ayat (3) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dengan ancaman penjara 2 tahun dan denda Rp500 juta karena menghalangi pekerja pers," ujar Baharudin.



Permasalahan

Perkara Pidana No.1426/Pid.B/2003/PN.PST a.n. Bambang Harymurti,
Pemimpin Redaksi Majalah Mingguan Tempo
Penasihat Hukum; Todung Mulya Lbs, Darwin Aritonang, Yogi S.M, dkk

Kasus:
Pada tanggal 10 Maret 2003, Tomy Winata telah mengadukan pimpinan redaksi atau penanggung jawab Majalah TEMPO dengan dugaan telah melakukan tindak pidana fitnah dan atau pencemaran nama baik kepada Polda Metro jaya. Tindak pidana yang dipersangkakan dalam laporan polisi tersebut adalah fitnah dan atau pencemaran nama baik sesuai dengan Pasal 310 KUHP dan 311 KUHP. Tomy Winata yang mendalilkan dirinya sebagai pihak yang menjadi korban dalam pemberitaan majalah berita mingguan TEMPO edisi tanggal 3-9 Maret 2003 khususnya pada berita dengan judul “Ada Tomy di ‘Tenabang’?”.
Kemudian, pada tanggal 11 Maret 2003 sekitar jam 10.00 WIB, Tomy Winata diperiksa sebagai saksi pelapor/pengadu. Keterangan Tomy tersebut secara singkat adalah:
·         .Bahwa ada kalimat-kalimat dalam berita tersebut yang mengakibatkan saksi merasa difitnah dan nama baiknya dicemarkan, antara lain:

a.       Konon, Tomy Winata mendapat proyek renovasi Pasar Tanah Abang senilai Rp. 53 miliar. Proposal sudah diajukan sebelum kebakaran. Sehingga kalimat tersebut saksi merasa dituduh bahwa saksi sudah mengajukan proposal sebelum terjadinya kebakaran, padahal saksi tidak pernah mengajukan proposal.
b.      Dari musibah kebakaran, Rabu dua pekan lalu Suwarti dan rekan-rekannya
mungkin menangguk lebih banyak penghasilan ketimbang sebelumnya, tapi juga: Pemulung Besar” Tomy Winata nantinya. Pengusaha dari Grup Artha Graha ini, kata seorang arsitek kepada Tempo. Dalam kalimat ini Tempo telah menuduh saksi bahwa saksi disamakan dengan pemulung, yang seolah-olah bahwa akibat dari kejadian kebakaran di Pasar Tanah Abang saksi akan mendapatkan suatu keuntungan.
c.Disitu, kios-kios bikinan Tomy rencananya akan dijual Rp. 175 juta per meter persegi dan baru diserahkan ke Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya, sedangkan saksi tidak pernah mengajukan proposal apalagi membikin kios di Tanah Abang sehingga dengan menentukan harga Rp. 175 juta permeter persegi ini jelas tidak benar.
d.Anda orang keenam yang telepon. Saya belum pernah bicara dengan siapapun, baik sipil, swasta, maupun pemerintah, katanya, geram. Saya ini nggak makan nangkanya (tapi) dikasih getahnya, “kalau (mereka) berani ketemu muka saya tabokin dia. Kalau ada saksi, bukti atau data-data yang mengatakan saya deal duluan, saya kasih harta saya separuhnya.” Sedangkan saksi tidak pernah mengubungi dan tidak pernah ditelpon oleh majalah Tempo.
·         .Akibat pemberitaan tersebut, saksi sebagai pengusaha merasa dicemarkan nama baiknya dan saksi merasa difitnah karena setelah terbitnya pemberitaan tersebut, banyak telepon atau orang yang menemui saksi menanyakan tentang kebenaran berita tersebut, sehingga usaha saksi menjadi terganggu. Selain itu, saksi telah mendapat informasi bahwa ada sekelompok orang yang mengaku dari pedagang Pasar Tanah Abang mengancam akan membunuh saksi sehingga berakibat keselamatan saksi menjadi terancam dan perasaan saksi menjadi resah.
·         Kasus ini menempatkan Bambang Harymurti, T. Iskandar Ali, dan Ahmad Taufik sebagai terdakwa. Namun dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum telah melakukan pemisahan surat dakwaan (splitzing) antara Bambang Harymurti(pemimpin redaksi) dengan T. Iskandar Ali(editor) dan Ahmad Taufik(penulis). Namun terdapat kejanggalan dalam proses pembuatan dakwaan ini. Surat dakwaan bagi ketiga terdakwa dilakukan secara terpisah (splitzing), walaupun dalam praktik hal tersebut dapat saja.
·         dilakukan. Tujuan pemisahan surat dakwaan adalah untuk mendapatkan lebih banyak alat bukti. Dalam kasus ini alat bukti yang dapat diajukan cukup banyak, sehingga splitzing tidak perlu dan dinilai berlebihan. Untuk membuat penuntutan secara splitzing harus mengikuti aturan yang telah ditentukan dalam KUHAP. Pasal 142 KUHAP menyatakan bahwa “dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing masing terdakwa secara terpisah”. Ketentuan tersebut menyebutkan kriteria pemisahan perkara dengan mengacu pada Pasal 141 KUHAP yang berbunyi “Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuat dalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa perkara dalam hal:
a. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya
b. beberapa tindak pidana yang bersangkut paut satu dengan  yg lainnya
c. beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut paut satu dengan yang lain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. “
Perkara ini secara jelas telah menempatkan para terdakwa sebagai pelaku atas tindak pidana yang masih memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, sebenarnya tidak ada alasan bagi jaksa untuk memisahkan perkara ini.

·         Dakwaan JPU
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melalui Surat Dakwaan No. Reg. Perk. : PDM-1069/JKTPS/07/2003, tanggal 21 Juli 2003 telah mendakwa Bambang Harymurti dalam kapasitasnya sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, sehubungan dengan Artikel yang diterbitkan oleh Majalah Tempo, dalam Edisi 3/9 Maret 2003 dengan judul : "Ada Tomy Di Tenabang?", dengan dakwaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal XIV ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 1, Tahun 1946, Tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 311 (1) Pidana, Pasal 310 (1) KUH Pidana Jo. Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana

A. Kesatu

Primair:
·         … menyiarkan suatu berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat, telah menyiarkan berita, dalam Majalah Mingguan Tempo edisi tanggal 3/9 Maret 2003…dst
dengan judul “Ada Tommy Di Tenabang”,…dst. Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal XIV ayat (1) Undang- Undang no.1 Tahun 1946 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

·         Subsidair:

… menyiarkan suatu berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat, telah menyiarkan berita, dalam Majalah Mingguan Tempo edisi tanggal 3/9 Maret 2003…dst dengan judul “Ada Tommy Di Tenabang”, …dst.
Perbuatan terdakwa diancam pidana sbagaimana diatur dalam pasal XIV ayat (2) Undang- Undang no.1 Tahun 1946 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
B. Kedua
•Primair:

… sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yang menuduhkan suatu hal, yang maksudnya terang, supaya hal itu diketahui umum, dengan melakukan kejahatan pencemaran yang telah diberikan kesempatan dibuktikan, tidak dapat membuktikan,…dst. Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 311 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.







Subsidair:

… sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang yang menuduhkan suatu hal, yang maksudnya terang, supaya hal itu diketahui umum, … dst. Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 310 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP




PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN KULTUR ORGANISASI TERHADAP KOMUNIKASI DALAM TIM AUDIT


A. Gaya Kepemimpinan
Fleisman dan Peters (1962) menyatakan gaya kepemimpinan adalah pola perilaku konsisten yang diterapkan pemimpin dengan dan melalui orang lain, yaitu pola perilaku yang ditunjukkan pemimpin pada saat mempengaruhi orang lain, seperti yang dipersepsikan orang lain.
Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan yang telah diteliti di Ohio State University oleh Fleishman et al., dalam Gibson (2000) yaitu perilaku pemimpin melalui dua dimensi yaitu consideration dan initiating structure.

1. Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya saling percaya, kekeluargaan, menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi antara pimpinan dan bawahan. Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan parsial.
2. Initiating structure (Struktur inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan-hubungan didalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, dan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang benar. Pemimpin yang memiliki kecenderungan membentuk struktur yang tinggi, akan memfokuskan pada tujuan dan hasil. Bukti empiris tentang gaya kepemimpinan dalam KAP menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan konsiderasi yang tinggi akan menimbulkan behavior disfunctional oleh auditor (CAR Report, 1978; Kelley, 1988; Raghunathan, 1991). Part dan Jiambalvo (1982) menginvestigasi penentuan gaya kepememimpian konsiderasi dan struktur inisiatif, mereka menggunakan path-goal theory dalam menguji hubungan antara perilaku manajer partner dengan kepuasan kerja dan motivasi bawahan. Hasilnya terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara perilaku konsiderasi dan kompleksitas tugas. Gaya kepemimpinan konsiderasi lebih memuaskan bawahan dalam kompleksitas tugas yang rendah. Sedangkan interaksi antara perilaku struktur inisiatif dengan kompleksitas tugas tidak signifikan, karena perilaku struktur inisiatif dapat digunakan dalam kompleksitas tugas yang tinggi.
Outley dan Pierce (1995) serta Murdianingrum (2000) menguji gaya kepemimpinan di KAP dengan perilaku disfungsioanal. Sedangkan Safriliana (2001) menguji gaya kepemimpinan dengan prilaku penurunan kualitas audit. Gaya kepemimpinan yang digunakan adalah struktur inisiatif dan konsiderasi. Mereka membedakan gaya kepemimpinan tersebut tinggi dan rendah. Hasil penelitian Outley dan Pierce (1995) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan struktur inisiatif cenderung mengurangi perilaku disfungsional. Sedangkan hasil penelitian Murdianingrum (2000) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan konsiderasi cenderung mengurangi perilaku disfungsional. Demikian juga hasil penelitian Safriliana (2001) bahwa gaya kepemimpinan struktur inisiatif lebih berpengaruh dalam mengurangi perilaku penurunan kualitas audit dibanding dengan gaya kepemimpinan konsiderasi.

B. Komunikasi Dalam Tim audit
Pengertian komunikasi dalam satu kelompok, menurut Ivancevich dan Matteson (1987) dalam Rachma (2000) adalah pengiriman informasi oleh salah seorang anggota kelompok kepada anggota yang lain dengan menggunakan simbol-simbol tertentu.
Profesi akuntan publik tidak terlepas dari proses komunikasi, dia selalu dituntut untuk melakukan komunikasi baik dengan klien maupun dengan karyawan profesional dan klerikal dalam perusahaan. Putusnya komunikasi antar akuntan dapat memberi pengaruh kurang baik terhadap kinerja akuntan, selain itu dapat menimbulkan konsekuensi yang membahayakan perusahaan dan juga menghambat kemampuan akuntan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik (Hammer dan Gavin, 1983 dalam Rahcma, 2000).Beberapa penelitian bahkan telah menunjukkan bahwa komunikasi mempunyai implikasi penting terhadap kepuasan kerja dan turnover akuntan (Rhode et al., 1977; Fusaro et al., 1984; Hammer dan Gavin, 1983 dalam Rachma, 2000). Komunikasi yang terjalin diantara anggota tim audit menjadi aktivitas yang sangat fundamental untuk mencapai hasil akhir, yaitu opini audit. Keberhasilan kerja tim sangat dipengaruhi oleh komunikasi tim audit. Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah komunikasi yang digunakan oleh Rudolph dan Welker (1998) yang terdiri dari empat dimensi yaitu: Kecukupan informasi, boundary spaning, kepuasan atas pengawasan dan keakuratan informasi.
• Kecukupan informasi, yaitu kecukupan informasi yang menyangkut tersedianya informasi yang akurat dan tepat waktu sesuai dengan yang dibutuhkan. Bila jumlah informasi yang diterima tim audit jauh melebihi atau mengurangi kebutuhan, maka anggota tim kesulitan dalam memanfaatkan semua informasi yang mereka terima secara efisien, akibatnya dapat mengurangi keefektifan pengambilan keputusan dalam pelaksanaan audit.
• Boundary Spanning, yaitu serangkaian aktivitas para anggota kelompok yang saling berinteraksi menyampaikan atau menerima informasi untuk tujuan pengambilan keputusan. Aktivitas ini terjadi ketika auditor melakukan akses dengan orang-orang diluar tim seperti pakar komputer, sistem informasi, perpajakan, keuangan dan pakar statistik, juga dengan pihak-pihak di luar KAP yaitu klien, rekanan kerja klien yang bisa memberikan bukti-bukti yang berkaitan dengan audit yang sedang dilaksanakan.
• Kepuasan terhadap pengawasan, yaitu kualitas dan kuantitas informasi yang diterima auditor dari supervisornya. Kepuasan terhadap pengawasan disini, merupakan perilaku yang mencerminkan sampai sejauh mana kebutuhan auditor akan segala informasi yang berkualitas dapat dipenuhi oleh supervisor.
• Keakuratan informasi. Dalam proses pengauditan bukti-bukti audit tidak hanya harus mencukupi, tetapi juga kompeten. Bukti yang kompeten berarti juga informasi yang akurat, dapat dipercaya, sah, objektif dan relevan. Mengacu pada uraian dan penjelasan pada point 2.1 mengenai danya perilaku disfungsional auditor dan penurunan kualitas audit, terkait dengan peran pemimpin dalam mempengaruhi bawahanya dalam upaya menciptakan komunikasi dalam menyampaikan informasi. Hal ini didasarkan pada estimasi yang ada bahwa manajer menghabiskan antara 50 sampai 90 persen waktunya untuk berkomunikasi. Waktu ini digunakan untuk menyampaikan informasi kepada atasan dan menerima informasi dari bawahan.
Teori atribusi kepemimpinan menjelaskan bahwa pendekatan atribusi dimulai dengan posisi para pemimpin sebagai pemproses informasi (Gibson, 2000) dengan kata lain para pemimpin mencari informasi mengenai mengapa sesuatu terjadi dan kemudian berusaha untuk membentuk penjelasan sebab yang menuntun perilaku kepemimpinannya. Komunikasi menjadi alat manajemen untuk menyatukan kegiatan organisasi yang mana sasaran perusahaan dapat dicapai (Harry, 1978 dalam Timpe, 1991). Dalam satu penelitian, 74% manajer yang dijadikan sampel dari perusahaan Amerika, Inggris dan Jepang mengatakan bahwa hambatan utama terbesar menuju keunggulan perusahaan adalah keruntuhan komunikasi (Blake dan Jane,1968 dalam Timpe, 1991). Dalam pelaksanaan audit, supervisi selalu melakukan komunikasi dengan bawahan mengenai instruksi tugas dan tujuan dari tugas yang diberikan kepada bawahan, pemberian saran yang dapat membantu bawahan dalam menjalankan tugasnya (Hall, 1996). Tanpa adanya komunikasi yang cukup antara supervisi dan bawahan, maka auditor akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas dan menangani tugas-tugas penting yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan interpretasi terhadap informasi yang berkenaan dengan audit yang dilakukan. Pentingnya komunikasi dalam organisasi didukung penelitian Miles et al., (1996) dalam Wardhani (2000) yang menemukan bahwa komunikasi yang efektif dari supervisor mengenai pekerjaan dapat mengurangi role ambiguity dan role conflict.

C. Kultur Organisasi
Hood dan Koberg (1991) mendefinisikan kultur sebagai seperangkat nilai, norma, persepsi dan pola perilaku yang diciptakan atau dikembangkan dalam sebuah perusahaan untuk mengatasi masalah-masalah, baik masalah mengenai adaptasi secara eksternal maupun masalah integrasi secara internal.
Kultur organisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur yang dikembangkan oleh Wallach (1983) yang membagi kultur kedalam tiga dimensi yaitu birokratis, inovatif, dan suportif. Kultur birokratis lebih berorientasi pada kekuasaan, kultur inovatif lebih berorientasi pada hasil dan kultur suportif lebih berorientasi pada hubungan kekeluargaan.
Kultur organisasi memiliki pengaruh yang kuat dalam suatu organisasi melalui penanaman nilai-nilai, pengharapan dan perilaku, yang kemudian mempengaruhi individu, kelompok dan proses organisasi (Gibson, 2000). Penelitian Kotter dan Heskett (1992) terhadap berbagai jenis industri perusahaan di Amerika, menemukan bahwa kultur organisasi mempunyai dampak signifikan terhadap kinerja ekonomi perusahaan dalam jangka panjang. Demikian juga dengan penelitian O’Reilly (1989) menunjukkan bahwa kultur perusahaan mempunyai pengaruh terhadap efektivitas suatu perusahaan, terutama pada perusahaan yang mempunyai kultur yang sesuai dengan stategi dan dapat meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan.
Umumnya kultur organisasi dibawakan atau diciptakan oleh pendiri organisaasi atau lapisan pimpinan paling atas (top manajemen). Kotter dan Heskett (1992) menyatakan bahwa budaya organisasi bersumber dari beberapa orang, lebih sering hanya dari satu orang pendiri perusahaan, orang tersebut akan mengembangkan strategi sesuai lingkungan bisnis yang dikelolanya, yang pada akhirnya akan menjadi kultur di perusahaan. Higginson dan Waxler (1993), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan kultur organisasi merupakan refleksi personalitas CEO nya. Demikian juga dengan Pearce dan Robinson (1998) menyatakan bahwa pemimpin menanamkan komitmen untuk melakukan perubahan tiga aktivitas yang saling terkait yaitu klarifikasi maksud strategi, membangun organisasi dan membentuk kultur perusahaan. Pendapat tersebut didukung oleh Senge (1990) bahwa pemimpin merupakan desainer dari organisasi dengan ikut dalam mendesain berbagai tujuan, visi dan nilai-nilai inti dalam organisasi. Nilai-nilai organisasi (kultur organisasi) yang dibentuk oleh pemimpin akan mempengaruhi seluruh aspek dalam organisasi. Pendapat lainnya yang menyatakan adanya hubungan antara kepemimpinan dan kultur organisasi adalah Dessler (1995) menyatakan bahwa kultur organisasi merupakan salah satu variabel penting bagi seorang pemimpin, karena kultur organisasi mencerminkan nilai-nilai yang diakui dan menjadi pedoman bagi perilaku anggota organisasi.
Carlson dan Perrewe (1995) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perilaku pemimpin memberikan kontribusi yang cukup besar pada terbentuknya kultur organisasi. Astuti (1995) yang meneliti tentang analisis kepemimpinan dalam pembentukan budaya perusahaan di hotel Ambarrukmo, hasilnya menemukan bahwa ada hubungan yang positif antara gaya kepemimpinan dengan budaya perusahaan. Demikian juga Praningrum (1997) meneliti gaya kepemimpinan dan budaya organisasi pada industri kecil, menemukan bahwa gaya kepemimpinan mempengaruhi budaya organisasi. Berdasarkan uraian tersebut hipotesis yang diajukan adalah: H2: Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kultur organisasi dalam tim audit. Kultur merupakan proses pertukaran pemahaman antar staf dalam suatu organisasi sehingga mereka dapat bekerja sama (Rachma, 2000). Gaya kepemimpinan dan kultur organisasi merupakan dua faktor yang memiliki pengaruh kuat dalam menentukan keberhasilan suatu orgnisasi dalam mencapai tujuan. Brown dan Starkey (1994) mengemukakan bahwa kultur organisasi merpakan instrumen penting dalam memberikan kerangka acuan tentang bagaimana komunikasi dan informasi dikelola oleh manajemen. Begitu juga dengan Harvey dan Borwn (1996) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan kultur organisasi menentukan arah untuk seluruh organisasi dan mempengaruhi komunikasi, pengambilan keputusan dan pola kepemimpinan dari seluruh sistem.
Rachma (2000) meneliti pengaruh kultur terhadap komunikasi penyampaian informasi dalam tim audit. Hasil penelitiannya menemukan bahwa adanya pengaruh signifikan kultur KAP terhadap proses komunikasi dalam tim audit. Diantara ketiga katagori kultur yang ada (birokratis, suportif dan inovatif) maka kultur birokratis dan suportif yang paling berpengaruh terhadap variabel komunikasi, khususnya boundary spanning dan kepuasan atas pengawasan.